Nonton Bareng dan Bedah Film “Merah” – Minggu kemarin (29/11/2020) bertempat di Taiwan Film and Audiovisual Institute, Taipei, sebuah kehormatan bagi saya bisa duduk bareng untuk nonton dan membedah Film “Merah” bersama Sutradara Nathan Liu bersama Sally Sung – mahasiswa Taiwan yang tengah meneliti Sastra Percintaan dari persfektif pekerja migran dan di Taiwan.
Film Pendek “Merah” 公視學生劇展 《紅色》 mengangkat kisah Cinta antara Lily – Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Taiwan – dengan seorang pasien yang dijaganya – seorang kakek, pensiunan tentara. Salahkah jika cinta tumbuh diantara mereka? Lily adalah senormalnya kaum hawa, seperti kita semua.
Beban hidup, perjuangan, dan pengorbanan yang ia hadapi untuk membahagiakan keluarga sangat luar biasa. Di sisi lain, kodrat cinta yang tumbuh antara sepasang insan manusia tak dapat didustai adanya.
“Etty, mengapa Anda mengangkat tema ‘Percintaan ini’ menjadi sebuah karya? Karena biasanya tema-tema yang disajikan dalam perlombaan TLAM adalah kasih sayang seorang pekerja kepada pasiennya?” Pertanyaan ini meluncur sebagai pembuka dalam acara Nonton Bareng (Nobar) Film Merah yang diadakan oleh Taiwan Literature Award for Migrants dan Brilliant Time Bookstore.
Kisah perjuangan dan pengorbanan perempuan sebagai pekerja migran sudah menggema ceritanya. Patriarki, didikan keluarga dan dogma masyarakat sebagai kaum hawa: perempuan selalu menjadi kaum lemah yang kerap dilecehkan. Bahkan, Raden Ajeng Kartini pun menjadi tokoh pergrerakan emansipansi wanita karena di keluarga ia melihat ibunya – M.A . Ngasirah – yang “berjalan dodok” di depan anak-anaknya karena juga sebagai selir – bukan istri utama – dari ayahnya, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat.
Merah menyajikan sisi kehidupan lain dari pekerja perempuan di Taiwan, yang juga memiliki hati nurani, rasa cinta, butuh pengayoman, dan diberi perlindungan. Saya ucapkan terima kasih kepada seluruh rekan-rekan pemerhati perempuan yang hadir kemarin. Semoga pekerja migran perempuan Indonesia saat kembali ke tanah tidak hanya membawa uang, modal, tetapi juga ilmu pengetahuan dan keberanian untuk menyuaraan persamaan hak dalam kehidupan: berkeluarga dan bernegara.
Taipei, 30 November 2020
***
Penulis: Etik Nurhalimah, S. S.
Keterangan:
Penulis adalah seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Kabupaten Lampung Timur yang kini sedang bekerja di Taiwan
Editor: JHK