CerpenLiterasiPratama Media News

Seisi Rindu Untuk Ibu

Sebuah cerpen karya Jiebon Swadjiwa

Seisi Rindu Untuk Ibu – Sore yang basah oleh sekelompok air yang berjatuhan dari langit, lalu berkerumun menjadi genangan. Setumpuk lelah, kusandarkan raga di atas meja kerja yang selalu tertata mata. Seperti hari sebelumnya yang telah lalu, kesunyian dan secangkir teh menemani di dalam rumah.

Entah mengapa Tuhan menggenapinya hujan turun sore ini, “Hai Tuhan, bolehkah aku bertanya, mungkinkah hujan terbuat dari rindu? Sehingga setiap tetesnya adalah rongga yang menyesakkan dada.”

Detik ini berjatuhan serupa embun, menetes bening memasuki labirin ingatan, memunguti sisa-sisa kenangan masa lalu, saat suka dan duka saling mencuri pandang, keadaan menertawakan itu, semua tak lepas dari sorotan lensa yang merekam. Foto-foto di dinding, kamar-kamar, tempat tidur, meja, kursi, tak lepas dari pandangan mata. Masih sama, meski kini aku masih jauh dari sisinya.

“Lebaran nanti, kamu pulang ya, nak,” begitu pinta Emak.

Kalimat itu masih terekam jelas meski waktu kian berlari, menjauh setiap harinya. Sejak itu, aku hanya memahami beberapa hal di dunia ini, waktu yang tak mungkin terulang, rindu yang tak pernah pulang, dan jarak yang selalu gagal mendulang. Maka dari itu perkenankan aku, mengatakan lewat puluhan senja yang singgah di tepian sendu, bahwa sunyi adalah duka dari sajak-sajakku kini.

Mak, aku dan masalah-masalah yang dihadapi belakangan ini selalu akrab, entah sampai kapan semua ini berlalu. Saat ini saja ujian hidup masih betah membuat fatamorgana, di setiap langkah-langkah yang sedang aku jalani. Inginku berlari dan mengejar apa yang selalu diimpikan, aku sendiri saja jengah pada dunia yang kejam tanpa dirimu di sampingku.

Mak, jika lelah datang menghinggapi jiwa dan hatiku, selalu ada rindu yang menyelinap, hingga tanpa sadar, sekilas bayangan masa lalu menghempas. Memutar mundur ke suatu momen sore hari penuh kehangatan, di secangkir teh bersamamu.

Mengenang kenangan dalam secangkir teh, saat dulu kita masih bersama. nyatanya sudah menjadi ritual yang setiap sore aku nikmati. Aku Masih ingat, semua nasihat-nasihat yang keluar dari suara lembutmu Mak, yang sekarang sangat berguna untuk menuntunku ketika mulai kehilangan arah. Masih jelas tergambar ingatan senyummu, Mak, senyum yang sesungguhnya membuatku lebih tabah dari hujan yang berjatuhan. Apalah arti hidupku tanpa adanya dirimu, Mak, cahaya yang selalu menerangiku di gelapnya jalan yang panjang ini.

Hujan, apakah aku ditakdirkan untuk lebih bekerja keras lagi? untuk memastikan ketidakpastian ini. Apakah aku harus mengutuk diri ini menjadi batu? sebelum diriku dikutuk oleh rasa kecewa ibuku. Ketika aku menentukan pilihan pada langkahku sendiri, melakukan segalanya sendiri dan menuntut diri ini menjadi pribadi yang mandiri. Meski masalah kehidupan selalu menggenang dan meluas menjadi lautan. Niscaya setiap orang pasti akan berenang di dalamnya, tanpa kecuali diri ini. Gelombang pasang masalah selalu mampu mengombang-ambingkan pikiran, hingga membuat jalan menjadi tidak mudah, tapi aku tak akan kehilangan arah untuk selalu pulang.

Dinginnya hujan saat senja, hingga tenggelamnya purnama, membuat ingatanku menggigil setelahnya, sampai semuanya kembali seperti semula. dari sepi kembali ke sepi. Saat mentari datang menembus kamar, melalui sela-sela jendela, kembali kudengar suara lembut sapaanmu, melalui jaringan yang masih menjadi penghubung di antara kita selain doa. Seperti biasanya, engkau selalu menanyakan hal yang sama, berharap kedatanganku, bukan hanya sekedar suara dan bayangan apalagi angin yang membawa serta rindu.

Aku masih ingat betul ketika engkau bangun lebih pagi, menyiapkan segala sesuatunya, kemudian membangunkanku dari lelapnya mimpi, untuk segera terbangun dan merangkai imajinasi, yang telah aku rencanakan di dalam pikiranku. Layaknya mentari, tak pernah bosan selalu engkau ulangi, lagi dan lagi, setiap harinya. Dulu pernah seramai cuitan anak burung dalam cengkeraman induknya, dan kini terasa kosong oleh kerinduan yang begitu teramat.

Mak, bersama rindu, aku selalu berusaha untuk memendek jarak dan mendekap pulang, meski jalan yang aku lalui saat ini tidaklah mudah untuk melangkah, tetapi aku yakin dengan turut sertanya doa darimu, semua akan indah pada waktunya.

***

Karya sastra ini dikembangkan menjadi cerita pendek dengan judul ‘Rangkuman Secangkir Teh’ yang diterbitkan dalam buku Metamorstory.

Judul: Seisi Rindu Untuk Ibu
Penulis: Jiebon Swadjiwa 
Editor: AN

Profil penulis:

Jiebon Swadjiwa
Suwaji (Sumber: Pratama Media News)

Pemilik nama pena Jiebon Swadjiwa sering kali mendapatkan inspirasi menulisnya dari mendengarkan suara yang bangkit dari dalam jiwa. Suara itu adalah suara kematian (dengan semua firasat), suara cinta, dan suara seni. Mulai menyukai dunia literasi sejak di bangku sekolah dasar. Beberapa tulisannya yang pernah dimuat di media cetak berjudul, “Tertinggalnya Aku” dan “Tik Tak Tik Tak Irama Rinduku” yang terbit di Koran Pikiran Rakyat pada 2018.

 

Artikel Berkaitan

16 Comments

  1. Saya seorang ibu, merasa tersentuh sekali baca tulisan ini. Emosionalnya dapat banget, walaupun anak-anak saya masih pada kecil, tapi merasakan sekali bagaimana jika nanti mereka merantau dan sudah memiliki kehidupannya sendiri

    1. Terima kasih telah membaca. Untuk menikmati karya saya yang lainnya silakan kunjungi link ini
      https//linktr.ee/swadjiebon

    1. Terima kasih telah membaca. Untuk menikmati karya saya yang lainnya silakan kunjungi link ini
      https//linktr.ee/swadjiebon

  2. Aku hanya memahami beberapa hal di dunia ink. Waktu yg takkan terulang, rindu yang tak pernah terulang, dan jarak yg gagak mendulang. Gila tulisannya kayak akan diksi.. kenapa penulis seperti ini selalu tersembunyi di balik kurang terkenal sih.

    1. Terima kasih telah membaca. Untuk menikmati karya saya yang lainnya silakan kunjungi link ini
      https//linktr.ee/swadjiebon

  3. Saya sangat suka semua karya mas jie. Apalagi yg baru ini, lihat dan dengar videonya sungguh bikin siapapun, baik seorang ibu atau pun tidak, pasti akan meneteskan air mata ketika mendengar suara mas jie yang penuh dengan penjiwaannya. Semangat terus dalam berkarya mas jie. Ditunggu karya lainnya..

  4. Ini authornya keren banget sumpah, serba bisa.. dan setiap karyanya selalu berkesan, selalu menampilkan sesuatu yg beda. Keren pokoknya. Yang ini bikin nangis bombay.. hik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button